Selasa, 09 Juni 2015

Aku Ingin Memiliki Suami Seperti Kakakku




                Allahu Akbar Allahu Akbar.. Panggilan shalat subuh menggugahku dalam mimpi malam itu. Aku mencoba beranjak dari tempat tidur yang masih merayuku untuk tidur kembali. Namun kewajiban ini pantang untuk aku tinggalkan. Ugghh.. Perut bawah sebelah kiriku sakit, badanku berasa lebih lesu tidak seperti bangun tidur biasanya. Aku merasakan udara yang keluar dari hidungku panas, aku menyalakan lampu untuk menerangi ruang makan & kamar mandi yang berfungsi sebagai ruang dapur juga, mataku merah saat aku melihat wajahku di cermin. Ya Allah, aku sakit.
                Hari ini adalah hari kesekian kalinya aku prakerin di Rawamangun. Tempat pertama kali aku marasakan lelahnya bekerja & susahnya mencari uang. Tempatnya yang tidak bisa dibilang dekat mengharuskanku berangkat pagi untuk sampai ke tempat prakerin dengan transportasi menggunakan bus trans Jakarta. Satu minggu ini aku sering melupakan persoalan sarapan, aku selalu tergesa mengejar waktu. Menghindar dari lamanya kemacetan di kota ini & jarak tempuh yang lumayan jauh.
                “Bu, perut Vivi sakit.” Aku meringik seperti anak kecil sembari memegang bagian perutku yang sakit. Wajah ibuku yang masih basah sehabis mengambil air wudhu langsung terlihat cemas.
                “ Yaudah Vi, jangan masuk dulu deh hari ini. Nanti kalau ayah pulang, kamu langsung berobat dari pada nanti kamu kenapa-kenapa ditempat prakerin kan malah repot.”
                Rasa sakit ini membuatku enggan melakukan kegiatan seperti biasanya. Setelah shalat, aku kembali tidur di pembaringanku sampai terbitnya surya yang mengawali hariku dengan sakit aneh ini, sakit yang baru pertama aku rasakan & aku harap ini yang terakhir.
 Udara sejuk di kota ini hanya dapat aku rasaan saat pagi hari. Sangat berbeda dengan suasana di desaku yang masih alami, aku dapat menghirup udara segar kapan saja. Karena itu, aku menjadi sangat suka bangun pagi untuk sekedar menghirup udara yang belum tercemar polusi. Menghirup udara yang sehat ternyata belum cukup untuk kesehatanku. Beberapa hari telat makan saja aku sudah seperti ini. Ya Tuhan, jika aku tahu akibatnya akan seperti ini, aku pasti akan selalu sarapan pagi.
Ibu membuatkan air hangat untuk mandiku pagi ini, aku tidak memintanya tapi ibuku sangat baik begitu perhatian padaku. Selesai mandi aku mencoba sarapan tapi baru satu suapan, rasanya perutku tak mau menerima. Mual. Terdengar suara ibuku sedang menelfon, aku menyimak sedikit percakapannya.
“Mas, ini loh adekmu sakit. Disuruh makan malah dimuntahin terus, coba kamu kesini mas. Siapa tahu Vivi mau makan kalo ada kamu.” Ternyata ibu sedang berbicara dengan kakakku. Huh, kakak yang sombong, ia sudah melupakan aku demi pekerjaannya.
Aku hanya mampu meminum seteguk air untuk mengganjal perutku yang lapar. Aneh. Lapar tapi aku sama sekali tidak berselera makan apapun. Aku selalu menggelengkan kepala ketika ibu menawarkan berbagai macam makanan yang hendak aku makan. Aku berbaring lagi & lagi setelah aku pergi berobat disalah satu rumah sakit di Jakarta. Dokter menyarankan aku untuk di rawat inap, namun dengan bersikeras aku tetap menolaknya. Aku tetap ingin berada dirumah.
Aku tertidur sejenak sebelum akhirnya aku melihat disampingku sudah ada pria jangkung, berusia 24 tahun sedang tersenyum konyol melihatku terbaring. Wajahnya yang tampan namun membuatku kesal hingga aku reflek membuang muka, aku tidak mau menatapnya.
“Adikku yang cantik ini kenapa ? Sakit ?” Ia berbicara dengan nada menggoda. Logat Jawanya sangat kental walaupun ia sudah bertahun-tahun tinggal di Jakarta.
“Mboten, Vivi mboten sakit.” Tidak, Vivi tidak sakit. Begitu jawabku padanya, wajahku masih tak mau menatapnya.
Kakak sudah tidak menggubris perkataanku. Dia pergi kedapur & membawa sepiring tahu Bandung goreng kesukaanku. Tetapi tidak berselera ya tetap tidak berselera. Hingga ia harus memaksaku sampai akhirnya sepotong tahu mampu aku makan. Masih mual, namun tidak separah tadi.
Kakakku adalah orang yang sibuk, aku merasa ia telah meninggalkanku. Kesuksesan meraih karir yang dulu ia cita-citakan membuatnya  lupa bahwa ia mempunyai jadwal bermain denganku setidaknya satu minggu sekali. Dulu aku sering bercanda denganya, mendengarkannya bercerita tentang Dewa Krisna, membelaku saat aku di ejek teman & selalu menggendongku ketika aku mulai lelah berjalan saat pulang dari kebun kakek. Ia adalah alasan mengapa aku tidak ingin memiliki teman laki-laki atau yang biasa disebut pacar. Dengan bersamanya, aku bahkan merasa memiliki lebih dari pacar. Tapi itu dulu. Ya. Dulu sebelum ia berhasil seperti sekarang.
Aku sangat bahagia sekarang kakakku sukses, tetapi jangan lupakan aku juga dong. Aku masih butuh perhatiannya, aku masih ingin mendengarkan ceritanya. Ia sangat mirip dengan kakekku, iya mengetahui berbagai cerita pewayangan, memiliki sopan santun yang sangat baik, tampan, badannyapun tinggi, sangat berbeda denganku. Atau kakak sudah punya pacar ? Huaahhh aku pasti akan sangat cemburu padanya bahkan mungkin aku akan marah pada pacar kakakku itu. Aku tidak mau kehilangannya ya Tuhan.
“Kemana aja mas kemarin-kemarin ? Kenapa baru bisa datang sekarang? Sibuk ? Atau sudah punya pacar?” Aku melirik tidak suka kearahnya, ia sedang mengupas apel yang dibawakannya untukku.
“De, mas sibuk. Mas sering lembur. Emang kenapa kalo mas punya pacar ? Kamu cemburu ya ?” Ia tertawa melihatku kesal.
“Oh, jadi mas sekarang udah punya pacar ?” Aku duduk & menghadap kearahnya.
“Hahaha serius banget sih de. Ya engga lah. Kakak udah bahagia punya dua wanita cantik. Ibu & kamu. Nih makan buah dulu biar cepet sembuh.” Ia menyuapkan sepotong apel padaku, tangannya mengusap rambutku, bahkan mengacak-acak.
Ini saat-saat yang aku rindukan. Tetapi mengapa ketika aku jatuh sakit, aku sangat merindukan berkeliling Jakarta bersamanya. Tak terasa perutku telah kenyang, kakakku ini yang membuatku lupa rasa sakit itu. Kakak yang menyiapkan semua yang aku butuhkan. Mulai dari minum, makan sampai minum obat. Sebenarnya aku mampu melakukannya sendiri, namun ini kesempatanku untuk bermanja-manja dengannya sebelum ia kembali pada kesibukannya.
Kami mengobrol sembari menonton film kartun Little Krisna, huff masih sama. Ia sangat mengidolakan Dewa Krisna setelah ia mengaku mengidolakan Nabi Muhammad saw. Aku berbagi cerita dengannya, tentang pengalamanku bersekolah di Uswatun Hasanah, tentang pertama kali merasakan prakerin & tentang segala-galanya. Semua rasa rinduku kutuangkan tanpa tersisa pada hari ini. Hingga ia mengantarku untuk tidur siang & mengecup keningku sambil berkata.
“Tidur dulu ya de, mas mau kamu cepet sembuh. Minggu depan kalau kamu sembuh mas janji mas mau ngajak kamu main di TMII.” Nyaman mendengarnya berbicara hingga kenyamanan itu membuatku terlelap dalam tidur.
Sudah sekitar 3 jam aku terlelap, aku terbangun mendengar pembicaraan ibu & kakakku.
“Mas, kamu kapan mau nikah? Ibu rasa sudah waktunya kamu untuk berumah tangga. Lagipula pekerjaanmu sudah jelas. Pasti banyak wanita yang ingin menjadi istrimu.”
“Bu, menikah itu hal yang sakral. Tidak bisa dimainkan, tidak bisa sembarangan mencari pasangan.  Aku ingin mendapatkan yang terbaik sebagai pendamping hidupku bu.”
Aku beranjak dari tempat tidur, mereka menoleh & menghentikan perbincangan mereka. Rupanya ibuku ingin kakak cepat berumah tangga. Ya Allah, jangan katakan bahwa aku akan kehilangan kakakku. Waktu terus berlalu sampai pada waktunya kakakku harus kembali ke tempat kostnya & menjalankan akttifitas seperti biasa. Bekerja, bekerja & bekerja. Ia berpamitan setelah ia menunaikan shalat maghrib di mushola dekat rumahku.
Aku ingin mengantarnya sampai ujung jalan, namun kakak melarangku. Ia khawatir perutku akan sakit lagi. Aku berdiri dengan tegap membuktikan bahwa aku sudah tidak sakit lagi, walaupun sebenarnya rasa nyeri itu masih ada.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
                Hari ini hari minggu, hari yang dijanjikan kakakku untuk menemaniku pergi. Pukul 7 pagi aku sudah rapi dengan jilbab pink, kaos warna putih, jaket pink, celana jeans & sepatu kets warna pink. Aku sudah menunggu kehadirannya, walaupun aku tahu ini masih terlalu pagi. Mungkin kakakku baru bangun tidur atau bahkan masih tertidur dengan pulasnya karena kelelahan akibat lemburnya semalam. Namun janji tetap janji, dia tidak boleh mengingkarinya kali ini. Aku sudah berusaha untuk aku sembuh, agar aku bisa pergi dengannya. Jadi kakak tidak boleh menganggap remeh perjuanganku untuk sembuh.
                Kluung. Nada BBM terdengar dari ponselku, aku berharap ini pesan dari kakakku. Perkiraanku tepat, pesan dari kakakku. “De, mas baru jalan ke tempat kamu. Mas lagi nunggu busway.” Huffft, kalau sekarang baru jalan, berarti aku harus menunggunya setengah jam lagi agar dia sampai ke tempatku. Uuuuh masih lama, aku sudah serapi ini.

                Penantianku ini berujung pada kebahagiaan dua pasang kaki yang melangkah bersama, dua wajah yang terlihat sumringah, dua bersaudara yang bernostalgia mengingat saat masa kecil dulu. Jilbabku mulai basah karena keringat yang mengucur setelah kami berkeliling bersama. Kakak sedikit berlari mendahuluiku dan iapun berjongkok membelakangi ku. “Ayo dek, sini kakak gendong.” Kalimat yang sama seperti sepuluh tahun lalu. Dengan sedikit terengah, akupun digendong kakak. Masa-masa yang kurindukan itu datang lagi. Dan kami kembali bersama, tanpa saling melupakan lagi.
            Aku sayang kakak.

Curug Cilember Bogor

      Assalamualaikum. Hai hai.. Ini blog pertama yang aku tulis sebagai penulis pemula. Tentang pengalaman liburan aku(Sylviani Oktavia) & sahabatku Dwi Martha di Curug Cilember yang biasa disebut dengan curug 7 karena ada 7 curug yang ada disana. Curug Cilember berada di Desa Jogjogan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat.
      Niat ingin ke Curug ini sudah lama aku rencanakan bareng temen-temen. Berusaha keras mengumpulkan pundi pundi rupiah setiap hari untuk pergi kesana (niat benget -_-). Karena tidak membutuhkan biaya sedikit untuk kesana apalagi bagi kami, anak sekolahan (15 ribu/hari.bhahak). Setelah beberapa bulan uang terkumpul akhirnya matang juga persiapan untuk pergi kesana. Kami berempat sudah mempersiapkan semuanya, mulai dari alamat jelas, beberapa angkutan yang harus kita naiki untuk kesana & kami mendapat info tersebut dari hasil mengintip blog orang. Tinggal H-1 nya untuk ke Bogor. Huraaaa.. 
      Pada malam harinya 2 temanku Ela & Vitria memberi kabar bahwa dia tidak dibolehkan untuk ke Bogor oleh orangtuanya.. huuaahhhh sakiitt hati ini… Gagal deh semuanya. Akhirnya aku & Dwi yang berniat kesana tapi dipending jadi pada hari Jumat, 3 April kami (Aku & Dwi ) kesana. 
      Dengan bermodal tekad yang kuat, mulut yang tak pernah capek bertanya & google maps, kami mantap untuk pergi kesana. Wehweh berani banget ya..
      Aku berangkat dari rumah pukul setengah 6 pagi dari Pinang Ranti aku naik angkot KR jurusan Pondok Gede ketemuan sama Dwi didepan Plaza Pondok Gede. Kamipun naik angkot 02 ke Stasiun Bekasi. Sudah sampai di Stasiun Bekasi kami naik kereta ke arah Bogor setiap kami kebingunan, kami selalu berdorong-dorong satu sama lain untuk bertanya gini nih “lu aja sonoh yang Tanya.” “engga ah lu aja sonoh.” Begitu seterusnya & akhirnya kadang salah satu dari kami ada juga yang akhirnya mau berkepo-kepo ria sama orang sekitar. Wuiihhh akhirnya kami sampai di Stasiun Bogor. Dilanjutkan dengan menaiki angkot 02 turun di Sukasari. Dari Sukasari naik angkot warna biru jurusan Cisarua turun dijalan Hankam.
      Saat menaiki angkot ke arah Cisarua kami sempat kesasar loh. Udah abang angkotnya mukanya sangar banget lagi. Takuuuttt. Padahal nih ya aku tuh udah bilang, nanti aku minta diturunin di jalan Hankam. Tapi setelah lama di angkot, kamipun mulai curiga. Aku berbisik ke Dwi “Wi, perasaan jauh banget ya? Kelewat nggak sih ?”aku melihat wajahnya yang mulai lelah. “Ngga tau, coba Tanya”.sambil melirik supir. “Ngga ah lu aja yang Tanya.”.”Ah. Lu aja yang Tanya.”. Huaaahh dorong-doronganpun mulai terjadi. Lagi & lagi.
      Akhirnya aku tanya & abangnya bilang katanya dia ga tau jalan Hankam. Haaahhh kami syook ngga ketulungan sampai kami pingsan seketika bagaikan nyamuk habis di semprot (hahaha lebay banget yak). Aku akhirnya cerita ke abangnya & kasih tau alamat jelas curug itu. Nafas lega itu datang juga huff. Abangnya tau ternyata. Ehh walaupun sangar tapi abangnya baik loh. Mau nganterin kami sampai di depan pintu masuk curugnya.
     Jreeeeng aku jingkrak jingkrak akhirnyaaaa setelah 5 jam perjalanan kami sampai juga di Curug Cilember. Ini foto di pintu masuk. Untuk masuk, kami membayar tiket seharga Rp 13.000,00/orang.
Ini foto saat depan pintu masuk
 
      Kamipun mulai memasuki kawasan yang rindang itu. Kami mulai menapaki batu batu untuk menuju curug yang ke 7. Saat kami dalam perjalan ke curug 7, terdapat beberapa penjual makan & minuman. Tapi kami tidak sedikitpun tertarik.hihihi karena ambisi sudah sangat kuat untuk berbasah-basah ria dibawah derasnya air terjun.
Percikan air terjun mulai terasa saat kami sudah mulai semakin mendekati curug yang pertama. Waaah subhanallah indahnya.
      Airnya dingin sekali gaess. Brrrrrrrr..... Sejuk banget. Ada beberapa keluarga, dan sekelompok anak muda yang berkunjung kesini. Juga wisatawan asing. Tempat ini juga banyak dijadikan sebagai foto preweeding.

      Yang bikin aku nyeess itu adalah saat melihat pasangan bercanda berdua di bawah air terjun. “Wi, kita punya pacar ngga sih ?” aku meratapi kesedihan. Wakakakak alay banget. “Ngga ada.!” Singkat banget iiih Dwi mah. Dwi sibuk memasang tongsis di hapenya. Kami akhirnya beralay alay berdua, ada yang ngeliatin sinis loh. Hahaha kami tak pedulikan.
     Setelah puas bermain-main air, selanjutnya kami kepo sama curug yang ke 6. Ke curug yang satu ini butuh perjuangan bahkan lebih dari perjuangan para pahlawan Indonesia menghadapi penjajah Belanda (Wkwkwk Kidding guys.). Jalannya licin, terjal & parahnya si Dwi kepleset pas pulang dari curug 6 itu(hahahaha,maap Wi gw ketawa.:D). Ini foto di curug ke-6 :
Ga tau siapa tuh orang dibelakang aku. Hahahaa 

 
Haripun sudah semakin sore, yang kami sayangkan kami tidak dapat melewati semua curug yang ada disini.Akhirnya kami putuskan untuk pulang ke Jakarta. Melewati rute sebaliknya. Kami sampai di Jakarta pukul 09.30 malam. Perutpun berdemo minta diisi. Aku & Dwi mampir di salah satu warung nasi goreng depan Tamini Square. Setelah kenyang makan akhirnya kami pulang kerumah masing-masing & beristirahat. Pengalam ini takkan pernah kulupa. terimakasih sahabat & sampai jumpa Curug Cilember.

  See you next time..

  Terimakasih sudah menyempatkan membaca blog saya yang masih super berantakan ini. Hehehe. Wassalamualaikum.

Monumen Pancasila Sakti



                “Hah ? Monumen Pancasila ? Mau ngapain Vi, Cuma gitu-gitu doang. Baunya amis lagi.” Begitulah respons Dwi saat aku mengajaknya untuk berkunjung ke Monumen Pancasila Sakti yang berada di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Kata gitu-gitu aja & bau amis membuatku semakin ingin tahu tentang tempat sejarah ini. Aku terus mendesaknya agar ia mau menemaniku pergi kesana. Dwipun menyerah, ia akhirnya mau menemaniku untuk kesana disertai dengan Ela yang mendengar perbincangan kamipun akhirnya ikut merespon recana kecil ini.
                Mengapa disebut rencana kecil ? Karena ini museum sejarah paling dekat dengan tempat tinggalku yang sekarang. Namun, aku belum pernah sekalipun mengunjunginya. Untuk mengunjungi wisata museum sangat susah bagiku, bukan susah untuk mengunjunginya, tetapi susah untuk mengajak orang menemani.
                Minggu pagi 7 Juni 2015, tepat pukul 7 pagi aku sudah tiba di jalan Lubang Buaya. Aku menunggu Dwi dipinggir jalan itu. Pertama kami akan menghadiri kegiatan olahraga di lapangan 81, tidak terlalu jauh dari tempat aku menunggu Dwi. Teman-teman datang dengan menggunakan pakaian selayaknya untuk olah raga. Tapi aku, Dwi & Ela dengan rapinya menggunakan baju pergi. Kami diwajibkan berlari keliling lapangan sebanyak 2 putaran sebelum akhirnya kami pergi ketempat tujuan selanjutnya. Mounumen Pancasila Sakti.
                Kami melanjutkan niat utama kami dengan masuk ke dalam Monumen. Biaya umum yang dikenakan sebagai biaya masuk sebesar Rp 5.000,00. Tetapi kami masuk lewat pintu rahasia, jadinya gratis, hanya dikenakan Rp 1.000,00.

Sejarah Dibangunnya Monumen Pancasila Sakti
            Monumen ini di bangun pada lahan seluas 9 Hektar atas prakarsa Presiden Soeharto. Tujuan dibangunnya monumen ini untuk mengingat para Pahlawan Revolusi yang berjuang mempertahankan ideologi Negara Republik Indonesia, Pancasila dari ancaman komunis.
                Monumen ini terletak di kelurahan Lubang Buaya, kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Sebelum menjadi sebuah museum, tempat ini merupakan tanah kosong yang dijadikan sebagai tempat pembuangan para korban Gerakan 30 September 1965(G30S). Dikawasan ini terdapat sebuah lubang sumur tua sedalam 12m yang digunakan untuk membuang jenazah para korban G30S yang berdiameter 75cm.
                Ada beberapa tempat bersejarah yaitu Museum Pengkhianatan PKI, Sumur Maut, Rumah Penyiksaan, Pos Komando, Mobil peninggalan Pahlawan Revolusi & Museum Paseban.

Museum Pengkhianatan PKI (Komunis)
                Museum ini menceritakan sejarah pemberontakan PKI yang bertujuan mengganti Pancasila dengan komunis yang bertentangan dengan Pancasila, sampai pada pemberontakan kedua yang terkenal dengan nama Gerakan Tiga Puluh September (G30S/PKI). Diawal pintu masuk kami disambut dengan banyak koleksi foto Pemberontakan PKI yang menceritakan tentang Pemberontakan PKI di berbagai Daerah Indonesia.

 Ini foto aku & Dwi saat di Museum Pengkhianatan PKI(Aku yang kerudung orange)
Kami(Dwi, Vivi, Ela).


Sumur Maut
                Sumur tua ini adalah tempat membuang 7 Pahlawan Revolusi : Jend. Anumerta  Ahmad Yani, Meyjen. Anumerta Donald Isaaccus Panjaitan, Letjen. Anumerta M.T. Haryono, Kapten CZI Anumerta Pierre Andreas Tendean, Letjen. Anumerta Siswandono Parman, Letjen. Anumerta Suprapto, Mayjen. Anumerta Sutoyo Siswomiharjo.




Rumah Penyiksaan
            Rumah ini adalah tempat Pahlawan Revolusi di siksa untuk menandatangani surat pernyataan mendukung komunisme di Indonesia, mereka di siksa sebelum akhirnya di bunuh, ditempat ini ditampilkan diorama penyiksaan 7 Pahlawan Revolusi beserta kisah Pemberontakan PKI. Kami mendengarkan penjelasan tentang peristiwa ini melalui suara rekaman yang berada disudut rumah ini. Dahulu tempat ini merupakan sebuah sekolah rakyat & dialih fungsikan oleh PKI sebagai tempat penyiksaan yang kejam.



Pos Komando
                Tempat ini adalah milik seorang penduduk RW 02 Lubang Buaya bernama Haji Sueb. Tempat ini dipakai oleh pimpinan G30S/PKI(Letkol. Untung) merencanakan penculikan 7 Pahlawan Revolusi, didalamnya masih ada barang-barang yang menjadi saksi bisu kekejaman PKI seperti mesin jahit, lemari kaca, ranjang tidur , meja & kursi.

Dapur Umum
Tempat ini sebenarnya rumah, namun dialih fungsikan oleh PKI menjadi dapur umum. Rumah milik Ibu Amroh ini digunakan sebagai tempat sarana konsumsi anggota PKI. Ibu Amroh di suruh pergi meninggalkan rumah ini oleh PKI. Sehingga ia harus berjualan keliling. Namun saat pulang kerumahnya, rumah ini sudah dalam keadaan berantakan & banyak benda-benda yang hilang.

Museum Paseban
                Museum ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 1 Oktober 1981. Dalam ruangan ini terdapat beberapa diorama sebagai berikut :
1.       Rapat-rapat Persiapan Pemberontakan (September 1965)
2.       Latihan sukarelawan di Lubang Buaya (5 Juli-30 September 1965)
3.       Penculikan Letnan Jendral TNI Ahmad Yani (1 Oktober 1965)
4.       Penganiayaan di Lubang Buaya (1 Oktober 1965)
5.       Pengamanan Lanuma Halim Perdanakusuma (2 Oktober 1965)
6.       Pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi
7.       Proses lahirnya supersemar (11 Maret 1965)
8.       Pelantikan Jendral Soeharto sebagai Presiden (12 Maret 1967)
9.       Tindak lanjut pelarangan PKI (26 Juni 1982)

Ruang Relik
            Ruang ini adalah tempat dipamerkannya barang-barang terutama pakaian yang dikenakan saat Pahlawan Revolusi di culik, di siksa, sampai akhirnya di  bunuh. Ada bekas darah, baju yang tertembus peluru, serpihan peluru & foto-foto jenazah Pahlawan Revolusi saat diangkat dari sumur maut juga disertakan dengan hasil visum dokter.

Ruang Teater
                Ruang teater ini memutar rekaman bersejarah pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi, pemakaman ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, dan lain-lain, masa pemutaran kurang lebih sekitar 30 menit. Namnu saat kami berkunjung, ruang teater ini sedang tidak beroperasi.

                Tergores pisau saja aku sampai menangis merasakan perihnya, apa lagi beliau para Pahlawan Revolusi yang disiksa secara kejam oleh PKI untuk mempertahankan Pancasila dari ancaman komunis. Aku merasa malu pada diriku sendiri, aku belum mampu apapun berkorban untuk mempertahankan Kemerdekaan Negeri tercintaku ini.

Ini foto kami saat berada di icon Monumen Pancasila Sakti
 
                Perjalanan kami berkililing berujung pada sebuah tempat yang banyak pohon rindang, disana kami duduk & mengobrol membicarakan tentang apa yang baru saja kami pelajari dari tempat bersejarah ini. Sampai aku merasakan perutku lapar & kami menuju keluar kawasan ini mencari penjual makanan. Setelah makan, kami memutuskan untuk pulang & beristirahat di rumah masing-masing.

           


               Ya Allah, berilah tempat terindah untuk beliau-beliau yang telah berjuang demi Bangsa ini. Mereka yang rela mengorbankan hidupnya demi kejayaan Negeri ini. Satu tetes darah mereka yang jatuh kemuka bumi ini adalah sejuta kesempatan Indonesia untuk tetap hidup bebas bersama ideologinya.
                Thanks to Allah swt, para Pahlawan Revolusi, Monumen Pancasila Sakti, Dwi & Ela yang membuat wisata ilmu kali ini menjadi wisata yang sangat berguna untuk membuatku semakin tahu tentang sejatrah Negeri ini & membangkitkan semangat untuk membela Bangsa ini.