Fiiuuhhh, aku menyeka keringat yang mengalir di dahiku,
keringat ini tak berhenti mengalir karena terik matahari siang ini. Namun
semangatku takkan pudar, dengan membawa berkas-berkas untuk melamar kerja
sebagai penjaga toko yang sudah aku targetkan dari jauh-jauh hari. Aku berjalan
dengan sangat pasti menuju arah mall terdekat dengan tempat tinggalku. Hari ini
mulai libur semesteran, 2 minggu adalah waktu yang membosankan jika aku hanya
mengurung diri di rumah. Aku pikir, dengan bekerja akan mengisi kegiatanku
& aku akan mendapatkan penghasilan tambahan saat liburan.
Keringat
perlahan mengering setelah aku mulai melewati ruko demi ruko. Udara AC
membuatku sedikit nyaman terhindar dari panas yang tadi sempat aku rasakan.
Mataku menulusuri tulisan “Dibutuhkan karyawati, dengan persyaratan
bla..bla..bla..”. Yappss aku melihatnya, aku menemukannya. Dengan semangat aku
mengampiri ruko itu. Banyak sekali baju-baju yang bergantung disana, terdapat
seorang wanita muda berkulit gelap dengan rambut keriting diikat sedang menata
baju-baju. Aku menghampirinya, ia menoleh mendengar langkah kakiku. Ia
tersenyum & memulai pembicaraan.
“Iya
dik. Ada apa ?” Sejenak ia berhenti bekerja. Pandangannya mengisyaratkan sebuah
keingintahuan.
“Saya
lihat tulisan di depan ruko ini mba. Dibutuhkan karyawati & saya bersedia
untuk bekerja disini.” Aku berbicara dengan sangat hati-hati, ini pengalaman
pertamaku melamar pekerjaan. Aku masih berusia 15 tahun saat itu. Aku takut,
bahkan sangat takut ditolak.
“Sebentar,
saya boleh liat berkas-berkasnya ?” Akupun menyodorkan map yang sedari tadi
menjadi teman perjalananku.
Ia
membuka-buka map itu dengan seksama & teliti. Tak lama datanglah seorang
wanita cantik, berkulit putih langsat, berambut pendek, sangat mirip dengan
kakak sepupuku dikampung.
“Mbak,
ini ada yang mau melamar pekerjaan. Berkasnya lengkap.” Kata mbak yang berambut
keriting memberi mapku ke mbak yang cantik itu.
“Ini
belum lengkap, pas fotonya mana ?” Ooopss iya, aku lupa mencetak foto. Ya
Tuhan. Mengapa harus kelalaian seperti ini.
“Emm. Yasudah
mbak, saya mau mencetak foto dulu. Nanti saya kesini lagi. Bagaimana ?” Aku
sedikit panik, namun tetap mampu mengendalikan ekspresi wajahku. Aku menampilkan bahasa
tubuh sebaik mungkin, sesantun mungkin, agar aku dapat diterima bekerja disini.
“Baiklah,
saya tunggu ya dik.” Mba yang cantik itu pun tersenyum sambil mengembalikan
berkas-berkasku.
Aku
berlalu dari ruko itu, agak sedikit tergesa, aku menuju ke lantai dasar mall
untuk mencari pintu keluar dari mall. Aku menuju tempat cetak foto disebrang jalan.
Nafasku sedikit tersengal sambil membuka foto mana yang akan aku cetak. Setelah
foto selesai dicetak, aku kembali berlari menyebrang jalan & mencari ruko
yang tadi.
“Ini
mbak, saya sudah cetak fotonya.” Aku kembali memberikan map itu.
“Oke,
sudah lengkap. Besok kamu bisa mulai bekerja ya. Tapi ngomong-ngomong kenapa
kamu ngga sekolah ?” Mbak itu bertanya dengan penuh selidik.
“Saya
sedang libur sekolah mbak, jadi dari pada dirumah, saya memilih bekerja.” Aku
menjawab dengan nada yang tenang, tak lagi terdengar tergesa-gesa.
“Oooh,
jadi kamu masih sekolah. Saya kira kamu udah selesai sekolah. Kalau begitu maaf
dik, ngga bisa kerja disini. Soalnya saya sedang mencari karyawati tetap.”
Jueegeerr berasa ada petir menyambar
perasaanku saat itu.
Aku
pamit dengan rasa kecewa. Setiap aku melihat lowongan, yang ada kebanyakan
karyawannya pria. Huuufftt, lelah hari ini tak berarti apa-apa. Saat perjalanan
pulang, aku teringat ibu & adikku yang ada di kampung. Bu, aku rindu padamu
ibu, setengah tahun ini aku tak berjumpa denganmu, tidak merasakan lezatnya
masakan buatanmu, tidak pergi berkebun berdua denganmu lagi. Bu, betapa aku merindukan
semua itu.
Adikku,
betapa aku juga merindukanmu, aku rindu saat berkelahi denganmu, aku rindu
shalat berjamaah disampingmu, aku merindukan mengajarimu matematika, aku rindu
bermain sepeda berdua dengamu. Tuhan, mengapa aku harus dipisahkan dengan
saudaraku. Terbesit dipikiranku, kenapa aku tidak pulang kampung saja ya ? Aku
punya sedikit uang simpanan, jika digunakan untuk pergi ke kampung halaman ya
cukuplah. Entah mengapa, perasaan itu terus mendesakku untuk mewujudkan
keinginan itu. Tapi dengan siapa aku akan kesana ? Ayahku ? Ah tidak mungkin,
beliau tidak mungkin mau meninggalkan pekerjaannya hanya untuk sekedar menemaniku
berlibur. Sendirian ? Aku hanya anak kecil berusia 15 tahun yang tidak tahu
apa-apa, ayahku pasti tidak mengizinkan untuk itu.
Aku
membuka pintu rumah, aku duduk di ruang utama rumah kecil ini. Rumah kontrakan,
bila masuk langsung kamar tidur. Aku duduk di kasur dengan pikiran yang masih
memikirkan tentang keinginanku untuk pulang ke kampung halaman, Banyumas. Ugghh
keinginan ini begitu menggebu. Tinggal di kota Jakarta selama 6 bulan ini
sangat membosankan.
Akhirnya
aku memutuskan untuk pulang ke Banyumas tanpa berpamitan dengan ayahku. Maafkan
aku ayah, aku sangat rindu dengan ibu & adikku, aku pergi hanya 2 minggu
kok yah. Aku merencanakan ini dengan sangat matang. Aku akan pergi besok pagi.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Suara
gemericik air terdengar, rupanya ayahku sedang mandi. Ini masih sangat pagi.
Pukul 03.30. Tidurku tidak nyenyak memikirkan datangnya hari ini. Aku hanya
memejamkan mata berpura-pura tidur agar ayahku tidak curiga. Ayahkupun berangkat
bekerja. Pekerjaannya sebagai cady golf memang mengharuskannya berangkat sangat
pagi untuk mengantri mendapatkan pemain.
Aku
bangkit dari tempat tidur, segera menaruh beberapa pakaian yang hendak aku
bawa. Aku bergegas masuk kamar mandi. Byuurr.. Brrrr dinginnya membuatku
menggigil, namun rasa menggigil itu telah terkalahkan oleh rasa semangatku
bertemu dengan ibu & adikku.
Aku
berdiri hampir tepat di pintu. Bismillahirahmanirahim. Dengan doa &
keberanian yang kuat, akupun berjalan menuju pertigaan garuda untuk menuju
terminal Kampung Rambutan dengan menaiki angkot bernomor 40. Aku tak berhenti
mengucapkan lafadz Allahu Akbar untuk keselamatanku saat dalam perjalanan.
Kakiku
telah menginjak terminal ini, terminal yang biasanya ku singgahi bersama dengan
ayah, ibu & adikku. Namun kini aku sendiri, aku merasa bersombong pada
diriku sendiri. Aku sudah besarkan ? Aku sudah dewasa sekarang.
Aku
berjalan menuju tempat bis yang berjejer rapi dengan armada yang berbeda-beda.
Terlihat banyak sekali pedagang kaki lima & pedagang asongan yang
menawarkan dagangannya. Aku tidak mempedulikan mereka. Tiba-tiba ada seorang
bapak berusia sekitar 35 tahun menggunakan topi menghampiriku.
“Neng,
mau kemana neng ?” Bapak ini terus mengikutiku. Sedikit risih juga sih.
“Purwokerto.”
Aku menjawab singkat. Aku takut. Aku tak begitu mempedulikannya.
“Ohh
Purwokerto, sini neng ada bis yang mau kearah sana. Beli tiketnya di saya.”
Bapak itu berbicara dengan nada yang ku artikan serius.
Akupun
percaya padanya, aku mengikutinya. Ia mengambil selembaran yang ia sobek dari
buku tiket. Ia pun menuliskan harga Rp 200.000,00. Sontak aku kaget.
Sepengetahuanku, jika ibu membeli tiket jurusan Purwokerto paling mahal seharga
Rp 65.000,00. Aku berulang kali menawar hingga kami menyepakati harga Rp
100.000,00 untuk satu tiket. Sebenarnya masih terlalu mahal bagiku. Tapi
yasudahlah, yang penting aku dapat sampai di Banyumas dengan selamat. Bapak itu
berlalu dengan gerak-gerik mencurigakan. Aku memanggilnya hingga ada seorang
pemuda menghampiriku.
“Kenapa
dik ?” Dia sedikit berlari menghampiriku yang masih kebingungan.
“Eeeeee.
Itu mas, kayaknya saya ditipu deh sama bapak itu. Saya ditinggal sendirian
& saya tidak dikasih tau bisnya yang mana.” Wajahku panik saat itu. Haduuh, dasar anak kecil. Berani-beraninya pulang kampung sendiri. Begini kan jadinya.
Mas-mas
itupun mengejar bapak yang tadi. Entah apa yang mereka bicarakan, aku hanya
berharap bahwa mas-mas yang satu ini baik padaku. Ia pun kembali, ia bicara
bahwa bapak tadi itu calo, sebenarnya busnya ada tapi berangkatnya besok sore.
Sedangkan harga tiket sebenarnya hanya Rp 45.000,00. Astahgfirullah. Yang aku
sayangkan, masih saja ada orang mencari uang dengan cara tidak halal.
Aku
diantarkan menuju bis yang akan segera berangkat kearah Purwokerto. Ternyata
mas-mas ini orang baik, terlihat dari saat dia menolongku tadi, dari cara ia
berbicara & alhamdulillah ya Allah aku tak berhenti bersyukur, aku dipertemukan
dengan orang baik ini. Jika tidak ada dia, aku pasti gagal berangkat ke
Banyumas pagi ini. Aku duduk di bangku ke-3. Suasana dalam bus masih sepi, ada
satu keluarga yang sedang menata barang-barangnya. Aku memperbaiki posisi
dudukku senyaman mungkin.
“Lain
kali hati-hati ya dik. Jangan mudah percaya pada orang. Yaudah buat pelajaran
aja ya.” Aku memperhatikannya menasehatiku, rasanya seperti dinasehati oleh
kakak sendiri. Aku berucap terimakasih padanya sebelum ia turun dari bus yang
kunaiki. Huuff.. Aku dapat bernafas lebih lega sekarang. Sembari menanti bus
berangkat, aku mendengarkan beberapa musik yang ada di ponselku untuk
menghilangkan kejenuhan. Kursi
disampingku belum ada yang menduduki, tidak begitu banyak penumpang yang ingin
kearah Purwokerto. Sekeluarga yang tadi sedang membereskan barang, kini sedang
duduk santai bercanda dengan anaknya.
Sopir
buspun naik tepat berhadapan dengan kemudinya. Bismillah.. Bus berangkat. Ibu,
anak wadonmu yang manis ini pulang. Hahaha.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku
terbangun dari tidurku, rupanya sudah sekitar 3 jam aku terlelap di bus ini.
Seketika aku merasakan gerah, panas, sumpek & keringat sudah membasahi
kerah bajuku. Aku menyekanya dengan sapu tangan yang kubawa dari rumah tadi.
Perjalanan macet, antrian kendaraan sangat panjang terlihat saat aku sedikit
menggeser posisi dudukku agar bisa sedikit melihat keadaan di depan. Terdengar
keluarga itu berbicara bahwa ada kerusakan jalan yang menyebabkan kemacetan.
Oh
Tuhan. Kalau begini bisa sampai Banyumas malam hari. Kepalaku pusing, perutku
mual berasa ingin muntah. Ibu, aku mabuk perjalanan. Andaikan kau ada
disampingku. Aku tak mampu apa-apa
tanpamu. Sadar bahwa betapa pentingnya seorang ibu bagi hidupku. Aku melihat
tangan yang mengulurkan minyak kayu putih. Lagi-lagi aku bertemu dengan orang
baik.
“Ini
dik, dipakai dulu. Semoga bisa membantu.” Aku menerimanya dengan mengucapkan
terimakasih. Aroma minyak ini melegakanku. Jauh lebih baik dari pada tadi.
Tengtong.
Ada pesan dari ayahku. “Vi, kamu kemana ? Mau pergi ngga pamit ayah dulu.” Aku
membalasnya “Iya ayah, ini lagi dirumah teman. Sebentar lagi Vivi pulang.” Maaf
ayah, Vivi harus berbohong padamu kali ini.
Perjalanan
ini sangat membosankan, sangat menyebalkan, namun demi obat rinduku aku
berusaha tidak cengeng & mengeluh. Satu jam kemudian ayahku sms lagi.
Mungkin beliau sudah khawatir anak perempuannya tak juga pulang. “Vi, Lagi
dimana ? Katanya kamu lagi pulang.” Saat aku membaca sms dari ayahku, sms kedua
muncul. Kali ini dari ibuku. “Vi, kamu kemana. Tadi ayah telfon ibu. Katanya
kamu belum pulang.” Belum sempat aku membalasnya, ibuku menelfonku. Ya Tuhan,
aku harus menjawab apa ini. Aku ingin memberinya kejutan bahwa aku pulang ke
Banyumas. Tapi.. Ah sudahlah. Aku putuskan untuk mengangkat telfonnya.
Aku
mendengar suara ibuku mengomel, sangat jelas nada suaranya yang mengartikan
bahwa ia mengahawatirkan aku. Dengan pasrah, akhirnya aku berkata bahwa aku
sedang dalam perjalanan pulang ke Banyumas.
Bus ini
membawaku kembali ke tempat kelahiranku sekaligus masa kecilku. Setelah
berjam-jam duduk dalam bus yang sumpek ini akhirnya aku sampai di gubukku.
Gubuk lumayan besar lebih besar dari kontrakan di Jakarta, namun masih
berdinding kayu yang membuatku selalu rindu ingin kembali kesini. Aku melihat
adikku diruang tamu sedang menonton televisi. Akhirnya aku bertemu lagi dengan
adikku yang tampan ini. Sekarang tepat pukul 10 malam. Ternyata mereka belum
tidur menanti kedatanganku. Ada ibu, adik, mbah kakung & putri, uwa &
kakak sepupuku.
Mereka
tersenyum menyambut kedatanganku. Jauh dari perkiraanku. Aku pikir mereka akan
memarahiku. Aku menyalami tangan mereka satu persatu. Subhanallah. Bahagia
sekali aku sekarang bisa pulang kembali ketempat dimana aku dilahirkan. Ya
Allah, aku bahagia memiliki keluarga ini. Betapa aku sayang pada mereka,
berikan aku kesempatan membahagiakan mereka, jagalah mereka saat aku jauh dari
mereka ya Allah ya Rabb.
Seperti
dulu, terdengar suara gendhingan Jawa yang membuat hati ini tentram
mengantarkan aku pada istirahat yang indah malam ini. Aku sangat nyaman dengan
suasana tenang dikampungku ini. Akupun istirahat dikamarku yang sudah setengah
tahun ini tidak kutiduri. Kamarnya bersih, sepray volcadot pink favoritku sudah
disiapkan oleh ibuku. Meja belajar ada disamping tempat tidurku, meja yang
menjadi saksi kerja keras belajarku pada masa SD & SMP kini masih terawat rapi.
Gitar akustik yang ibu belikan untukku dulu juga tersimpan rapi dipojokan
kamar. Aku segera mensucikan diri dengan mandi & shalat isya. Setelah itu,
aku berbaring dikamar tidurku. Dua minggu kedepan aku akan mengahabiskan waktu
yang indah bersama dengan orang-orang yang aku sayang.
Selamat bermimpi indah Sylviani Oktavia…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar